Yuk, Belajar Pahami 8 Do and Don'ts Ini Ketika Berinteraksi dengan Teman Netra
Kamis,
26 Desember 2024
~ Oleh Traditional Games Returns ~ Dilihat 106 Kali
Halo, Sobat TGR! Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang jatuh pada tanggal 03 Desember lalu, kami ingin deh mengajak Teman-teman untuk mengenali nilai-nilai inklusivitas melalui beberapa cara sederhana yang dapat diterapkan dalam aktivitas sehari-hari.
Pas banget nih, pada agenda kali ini, Tim TGR berkesempatan untuk mewawancarai seorang disabilitas sensorik netra, sebut saja Caca Aminah (nama disamarkan), mahasiswi aktif di sebuah universitas negeri di Kota Bandung. Kami memperoleh banyak informasi terkait cara berkomunikasi inklusif yang bisa banget Sobat TGR terapkan di mana saja dan kapan saja.
Mengacu ke KBBI nih inklusif memiliki makna inklusi yang mengacu pada upaya lingkungan sosial yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, pengakuan, dan dukungan penuh terhadap teman-teman disabilitas. Nah, salah satu dari aspek tersebut adalah komunikasi yang mengedepankan nilai simpati-empati dan antidiskriminatif.
Maka, penting untuk diketahui terlebih dahulu, dalam istilah yang lebih inklusif, teman-teman disabilitas sensorik netra dikenal juga dengan sebutan teman netra. Adapun teman-teman tanpa disabilitas penglihatan biasa disebut sebagai teman awas.
Back to the topic, menurut Kak Caca, ada beberapa do and don’ts yang mesti dikenali oleh teman-teman nondisabilitas ketika ingin berinteraksi dengan teman-teman disabilitas, khususnya teman netra. Penasaran? Yuk, simak baik-baik wawancaranya!
Do! (Terapkan hal-hal ini, yuk!)
1. Penting untuk mengenalkan diri kamu terlebih dahulu, ya, Sobat!
Nah, Sobat TGR, salah satu bagian penting yang nggak boleh kalian lupakan ketika ingin berinteraksi dengan teman-teman disabilitas yakni perkenalan. Jadi, jangan lupa untuk mengenalkan dirimu terlebih dahulu ya agar memudahkan bonding di antara Teman-teman. Perkenalan ini juga berlaku dalam segala situasi, lho.
“Kan kalo tunanetra dia nggak ngeliat muka ya. Jadi, denger suara atau seenggaknya tau nama aja. Ya itu tujuannya biar kenal aja gitu. Kadang kita tahu orang itu nanyanya ke kita, tapi kita kadang suka ragu. Itu ke kita bukan sih?” ucap Kak Caca.
Informasi tambahan dari Kak Caca nih, nggak jarang lho, pada kesempatan tertentu, teman-teman netra merasa kebingungan karena beragamnya suara yang masuk di sekitar mereka tapi tanpa menyebutkan detail nama. Oleh karena itu, mereka cenderung menjadi diam karena nggak mau kegeeran.
Adapun, perkenalan diri juga berperan dalam mengembangkan topik pembicaraan kalian lho. Sobat TGR, bisa mempertimbangkan topik-topik ringan seperti ini:
- Secara umum, teman-teman bisa mengenalkan nama terlebih dahulu, ya. Pun, selalu libatkan sentuhan ya jangan lupa, khususnya di bagian punggung tangan!
- Poin ini opsional. Sobat TGR bisa banget lho menyertakan basa-basi terkait asal domisili kepada teman disabilitas yang kalian bantu.
Oh, ya! Usahakan agar jarak Sobat TGR dengan teman-teman netra ini sudah dekat untuk memudahkan mereka ketika ingin minta bantuan lagi. Adapun perkenalan diri ini sifatnya fleksibel, teman-teman dapat mengenalkan diri lebih dulu dalam interaksi-interaksi di awal maupun akhir.
Sobat TGR bisa juga lho jalin interaksi tanpa canggung melalui topik-topik yang kerap kali menjadi bahan diskusi sehari-hari, “pokoknya sama aja kayak ke temen-temen yang non. Biasa aja kayak ngobrol sama temen-temennya mau curhat kek mau nanyain apa kek misalnya nanyain hal-hal yang lagi viral atau apa,” ucap Kak Caca.
2. Inisiatif yang tinggi itu bagus, tetapi tolong untuk senantiasa melibatkan consent-nya juga, ya!
Ilustrasi Ketika Ingin Membantu Teman Netra
(Dokumentasi TGR Community, 2024)
Terkadang, sebagian teman disabilitas kurang nyaman lho dengan bantuan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi teman-teman melibatkan consent atau izin mereka terlebih dahulu ya untuk kenyamanan bersama. Tak lupa dengan melibatkan sentuhan di area punggung tanganmu agar memudahkan mereka dalam mengidentifikasi orang-orang di sekitarnya.
Perlu diingat, consent ini bersifat situasional juga. Seumpama teman-teman berpapasan dengan teman netra yang ingin menyebrang jalan misalnya, jangan sungkan untuk langsung membantu teman netra ya. Inisiatif kalian berguna sekali, lho.
Tidak kalah penting, Sobat TGR juga harus memperhatikan terkait etika yang benar, karena pada banyaknya cerita, Kak Caca berujar jika ada satu kesalahan fatal yang kerap kali dilakukan teman-teman awas yang ingin membantunya menyeberang di jalan raya.
“Ada satu hal nih yang suka dilakuin temen-temen awas kalo mau nyebrangin tunanetra. Mereka kalo lagi bawa tongkat tuh si posisi tongkatnya suka di ke atasin dan itu nggak boleh,” ucap Kak Caca.
Sepakat dong sama apa yang dibilang Kak Caca. Mengingat hal ini dapat membahayakan keselamatan dari banyak pihak. Salah satunya adalah potensi terserempet. Duh, bahaya banget kan!
Maka dari itu, teman-teman diharapkan untuk lebih bijak dan hati-hati ya dalam menggunakan tongkatnya. Tidak boleh dilakukan sesuka hati dan sembarangan. Ada ketentuan khusus lho mengenai ini.
Adapun menurut kesaksiannya, tujuan dari sebagian teman awas ini tak lain karena keinginan untuk memperoleh perhatian dari mobil dan motor yang sedang lalu lalang. Otomatis, para pengemudi akan lebih cepat tanggap untuk menurunkan laju kendaraannya deh dan menyediakan ruang terbuka bagi teman-teman netra yang akan menyebrang jalan.
3. Sobat TGR diharapkan untuk menampilkan gaya komunikasi yang ekspresif.
Jangan ragu untuk memainkan intonasi, ekspresi, bahasa tubuh, dan sebagainya ya, Sobat TGR. Pada kesempatan tertentu, justru mereka lebih welcome lho untuk diajak berkomunikasi pakai bahasa-bahasa kekinian. Sebut saja pada ‘bahasa P/G seperti kapamupu upudapah mapakapan apapapa bepelupum? (kamu sudah makan apa belum?) Up to date deh pokoknya!
Bahasa-bahasa kasual justru lebih memudahkan kalian untuk berinteraksi tanpa canggung kan? Bagi Kak Caca, teman-teman netra justru akan menyambut baik komunikasi-komunikasi kekinian yang sedang kalian jalin tersebut. Nggak lagi deh canggung-canggung!
Selain bahasa verbal, penting juga lho untuk menerapkan ekspresi dan bahasa tubuh ketika sedang berkomunikasi. Hal ini akan membantu teman netra dalam mengenali maksud dan pembawaan Teman-teman seperti apa.
“Kita sebenarnya tahu mana orang yang tinggi karena nada marah atau yang memang gaya ngomongnya kayak gitu. Jangankan dari gaya ngomong, duduk dekat aku aja kalo misalkan dari dianya engga welcome sama kita, berasa gitu hawanya juga. Pun, jangankan bisik-bisik, nunjuk-nunjuk ke arah kita aja kita tahu. Berasa sama kita, tapi memang nggak semua tunanetra kayak gitu,” ujar Kak Caca.
Nah, ada juga lho salah satu stereotipe yang berkembang di masyarakat kita mengenai teman-teman netra dan nyatanya itu membuat mereka tidak nyaman. Yap, bener banget Sobat TGR, terkadang kadar kepekaan yang tinggi membuat masyarakat berasumsi jika teman-teman netra memiliki indera ke-6.
“Banyak orang yang mengira kalau itu indera ke-6 padahal engga semuanya kayak gitu. Ibaratkan gini aja, ada saluran air kalo misal satu salurannya itu mampet pasti si airnya mengalir di saluran yang sama kan?Nah, begitu juga dengan panca indera. Ketika ada salah satu panca indera yang nggak berfungsi itu pasti fungsi dari mana ini larinya ke mana? Bisa ke telinga, pendengaran, penciuman, atau dari hati. Jadi, bukan indera ke-6.”
4. Mengedukasi diri dengan cara-cara sederhana.
Mengedukasi diri sendiri dengan mengenal istilah dan fasilitas umum
(Dokumentasi TGR Community, 2024)
Cara ini bisa banget Sobat TGR pelajari sendiri. Nah, ketika teman-teman sedang berjalan kaki deh misalnya, pasti Teman-teman nggak asing dong dengan beberapa ubin kuning di area trotoar atau khusus pejalan kaki?
Jadi, salah satu fungsi dari ubin kuning atau dikenal juga dengan sebutan guiding block ini tak lain sebagai alat bantu mobilisasi bagi teman-teman netra. Sayangnya, belum semua orang mengetahui edukasi ini, bahkan tak jarang juga lho teman-teman netra jadi berjalan kaki di bahu jalan dikarenakan beberapa kondisi. Salah satu contoh kondisi tidak ideal tersebut tak lain disebabkan oleh mobil dan motor yang terparkir secara liar.
Nah, edukasi seputar inklusif ini dapat Sobat TGR akses dari banyak media belajar ya seperti YouTube, utas di X/Twitter, jurnal, dan lain-lain. Oh, ya! Teman-teman juga bisa banget lho berpartisipasi sebagai relawan atau bagian dari komunitas yang berfokus pada hak-hak dan kesejahteraan teman-teman disabilitas.
Don'ts! (Hindari hal-hal ini, yuk!)
1. Menggunakan frasa dan bercandaan yang tak inklusif.
Sebisa mungkin, hindari frasa-frasa seperti buta, tunarungu, budeg, bisu, cacat dan lain-lain ya, Sobat TGR, karena hal tersebut membuat teman-teman disabilitas menjadi kurang nyaman. Yuk, sama-sama belajar untuk lebih menghargai satu sama lain!
“Sebenarnya aku dan teman-teman netra yang lain juga ngerasanya sama sih. Buta tuh kayak nyesek aja sih kalo ngedenger langsung. Apalagi kayak buta! seakan-akan kayak menghina gitu lho, tapi kalo tunanetra kayak enak aja gitu buat didengernya,” ucap Kak Caca.
Sedihnya lagi, ya, Sobat TGR, masih banyak masyarakat yang menyebut mereka sebagai orang “buta”. Pada suatu kesempatan, ada lho yang terang-terangan memanggil Kak Caca dengan sebutan itu. Tentu saja hal ini sangatlah disayangkan.
Terkadang, masih sering juga ya kita menjumpai beberapa candaan yang tak perlu. Parahnya lagi, lelucon itu mengarah ke hal-hal yang nggak inklusif sama sekali, duh! Oleh karena itu, penting untuk Sobat TGR kenali jika kata-kata inklusif itu mencakup:
- ✅Tunanetra/Teman netra/Disabilitas sensorik netra
- ✅Teman tuli
- ✅Tunawicara
- ✅Teman daksa
- ✅Orang dengan disabilitas/Difabel/Teman disabilitas/Difabel
- Dan lain-lain
2. Mengajukan pertanyaan yang personal.
Ilustrasi terkait Topik-Topik yang Disarankan dan Dihindari
(Dokumentasi TGR Community, 2024)
Pertanyaan seperti latar belakang terkait kondisi lebih baik Sobat TGR hindari. Terlebih lagi jika posisinya baru saling mengenal. Jangan ya dek ya! Sudah terhitung ranah privat dan personal lho ini, tapi mungkin akan berbeda ceritanya jika Teman-teman sudah mengenal lebih lama atau dengan posisi teman netra yang menceritakannya terlebih dahulu.
“Hal-hal lain kayak beres-beres rumah it’s okay. Mungkin karena penasaran, walaupun agak gimana juga bagi sebagian orang, tapi bagi aku biasa aja sih,” ujar Kak Caca.
Bagi Kak Caca, pertanyaan seputar pekerjaan domestik jauh lebih baik untuk ditanyakan dalam mengenalkan perspektif kemandirian ke teman-teman awas dibandingkan pertanyaan personal yang mengarah ke kondisinya.
“Kan kita cuma mengandalkan perabaan dan pendengaran. Kayak misalnya nyapu atau ngepel lebih ke ini kan. Cuma engga lihat doang bedanya yang lainnya ya kayak biasa aja. Masak dan nyalain kompor, tahu matang atau enggak, emang bagi sebagian orang juga kan masih penasaran juga dan nggak jadi masalah untuk hal kayak gitu,” imbuhnya.
Jadi, Kak Caca secara personal nggak mempermasalahkan kok topik-topik terkait pekerjaan domestik. Namun, perlu diingat lagi jika ini adalah pandangan personal Kak Caca lho ya dan bisa jadi berbeda dengan perspektif teman disabilitas lainnya. Oleh karena itu, semua ini juga dikembalikan pada kenyamanan masing-masing tentunya.
3. Bahasa-bahasa yang susah untuk dipahami.
Tak jarang teman-teman disabilitas juga menjumpai kesulitan untuk berkomunikasi karena terbatasnya kosakata yang tersedia. Oleh karena itu, Sobat TGR diharapkan untuk bisa memperkenalkan mereka gaya komunikasi yang lebih sederhana ya. Pun, seandainya Teman-teman ingin memberikan informasi terkait kosakata baru, itu boleh banget lho, tapi tolong memperkenalkannya dengan bahasa-bahasa yang familiar, ya!
4. Inspiration Porn!
Ilustrasi Inspiration Porn
(Dokumentasi TGR Community, 2024)
Apakah Sobat TGR familiar dengan pernyataan dalam gambar tersebut? Yapp! Istilah ini dikenalkan oleh Stella Young dengan nama inspiration porn yang merujuk pada cara pandang teman-teman nondisabilitas dengan menjadikan teman-teman disabilitas sebagai suatu objek ekspektasi mereka.
Teman-teman disabilitas tak sepatutnya lho dianggap sebagai suatu objek. Oleh karena itu, yuk, jangan menormalisasi inspiration porn ini!
“Jadi tolonglah lihat itu karena memang kemampuannya. Kalo emang jelek ya udah jelek aja. Jangan karena fisiknya gini jadi diapresiasi gitu. Jadi, tolong apresiasi berdasarkan hasilnya bukan kondisinya. Sebenarnya aku tidak suka diperlakukan seperti itu. Jadi, jangan terlalu dikasihani. Apa sih, kasihan gitu,” ucap Kak Caca.
Branding dan framing dalam beberapa kesempatan menampilkan kondisi teman-teman disabilitas di awal hingga akhirnya disambung dengan bakat dan prestasinya. Tentu hal ini terbalik, Kak Caca sendiri mengharapkan agar teman-teman disabilitas diberikan ruang yang setara untuk dikenal atas prestasi dan bakatnya lebih dulu dan tidak menjadikan kondisi mereka sebagai sorotan utamanya.
Mari sama-sama berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, yuk, dengan memutus rantai diskriminasi terhadap teman-teman disabilitas. Semua manusia berhak untuk memperoleh pengakuan setara, “intinya anggap kita tuh sama seperti teman-temen yang lain. Udah, itu yang kita mau dan harapkan sebenarnya,” tutup Kak Caca. Lupakan Gadget-mu, Ayo Main di Luar! (LB/ed. MUY)
Untuk Sobat TGR yang ingin berkolaborasi dengan kami, mulai dari menjadi pengisi acara, tenant, hingga narasumber, bisa klik tautan di sini ya.
Writer/Illustrator: Elva Nur'aziza Choirunisa
Editor: Mutiah Muyassaroh
QC/Publisher: R. Harvie R. B. R dan Mutiah Muyassaroh
Referensi:
- Nurse Next Door. “Embracing Diversity: The Power of Disability Inclusion” oleh nursenextdoor.com.au diakses dari https://www.nursenextdoor.com.au/blog/embracing-diversity-the-power-of-disability-inclusion/
- Auni, Habibah. (2021). “Inspiration Porn, ‘Pedang Bermata Dua’ Jadikan Disabilitas Sumber Inspirasi” oleh goodnewsfromindonesia.id diakses dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/10/31/inspiration-porn-pedang-bermata-dua-jadikan-disabilitas-sumber-inspirasi
Traditional Games Returns Tgr Parenting Ciptakan Lingkungan Inklusif Teman Netra Teman Awas Inklusif Cara Berinteraksi Dengan Teman Netra