Mengenal Randai: Permainan Tradisional Khas Tanah Minangkabau yang Menuju Punah
Jum'at,
26 Juli 2024
~ Oleh Traditional Games Returns ~ Dilihat 616 Kali
Halo Sobat TGR! Pernahkah kalian mendengar permainan tradisional randai? Jika belum, mari mengenal permainan tradisional dari tanah Minang ini bersama-sama!
Minangkabau merupakan salah satu suku yang mendiami Pulau Sumatera, khususnya di wilayah Sumatera Barat. Suku yang kerap disapa sebagai suku Minang ini memiliki kesenian asli yang telah diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lain.
Randai sendiri berasal dari kata andai atau handai yang berarti santai dan pembicaraan yang penuh kehangatan. Ada juga yang mengatakan bahwa kata randai berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rayan-li-dai, yang lengkat dengan da'i (pendakwah) dari golongan Tarekat Naqsabandiyah.
Ilustrasi Tarekat Naqsabandiyah
Jika dilihat dari sejarahnya, randai pada mulanya digunakan sebagai penolak bala atau nasib buruk. Randai kemudian berkembang dan diselenggarakan dalam berbagai upacara adat.
Randai secara lambat laun pun mulai beralih fungsi menjadi pertunjukan yang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana hiburan untuk memeriahkan hari besar agama maupun hari besar nasional dan penyambutan seperti di acara adat pernikahan, pesta rakyat hingga pengangkatan panghulu untuk menyampaikan pesan serta nasihat. Sementara, berdasarkan sumber lain randai biasa dimainkan oleh masyarakat Pariangan dan Padang Panjang ketika berhasil menangkap seekor rusa.
Randai muncul sebagai tarian terlebih dahulu sebelum beralih menjadi teater rakyat yang memadukan berbagai unsur seperti seni drama, seni tari, seni suara, dan seni musik. Randai biasa dipentaskan pada malam hari di lapangan luas dengan diiringi berbagai alat musik tradisional seperti talempong, pupuik batang padi, rebab, bansi, dan saluang. Adapun lagu yang dibawakan di antaranya adalah "Mudiak Arau", "Banda Sapuluh", dan "Palayaran".
Ilustrasi Randai Dimainkan di Tempat yang Luas
Randai dimainkan secara berkelompok dengan membentuk sebuah lingkaran yang terdiri dari 15 pemain, baik laki-laki maupun perempuan. Secara bergantian, setiap orang di dalam lingkaran melangkahkan kakinya secara perlahan sembari menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian. Biasanya, pemeran utama dalam randai berjumlah satu hingga tiga orang tergantung pada cerita yang dibawakan.
Permainan tradisional khas Minangkabau ini dipimpin oleh satu orang yang disebut panggoreh. Selain ikut bergerak dalam lingkaran, panggoreh juga memiliki tugas mengeluarkan teriakan seperti "Hep," "Tah," dan "Tih" sebagai penanda tempo untuk menentukan kecepatan gerakan yang diiringi dengan dendang atau gurindam. Jika panggoreh merasa kelelahan dalam memimpin tempo permainan, ia dapat digantikan oleh pemain lain seperti janang yang bertugas menuntun gerakan Randai dengan aba-aba.
Randai dimainkan dengan durasi antara satu hingga lima jam, atau bahkan lebih. Lamanya durasi ini disebabkan oleh cerita yang dibawakan dalam permainan randai. Cerita-cerita tersebut bersumber dari legenda rakyat Minangkabau (seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, Sabai Nan Aluih, Lareng Simawang Jo Siti Jamilah Maelo Rambuik dalam Tampuang, dan Galombang Dunie), peristiwa-peristiwa sejarah, dan karya sastra.
Randai dimainkan dengan durasi satu hingga lima jam atau bahkan lebih. Lama durasi tersebut disebabkan oleh cerita yang dibawakan dalam permainan randai. Cerita tersebut bersumber dari legenda rakyat Minangkabau (seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, Sabai Nan aluih, Lareng Simawang Jo Siti Jamilah Maelo Rambuik dalam Tampuang, dan Galombang Dunie), peristiwa-peristiwa sejarah, dan karya sastra.
Ilustrasi Legenda Rakyat Minangkabau
Cerita dalam randai juga dapat berasal dari beragam fenomena sosial yang ada di masyarakat Minangkabau yang dengan kata lain, cerita-cerita tersebut diambil dari kisah nyata. Randai dulunya digunakan untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat lewat gurindam atau syair yang dipadupadankan dengan dendang, tari, gerakan-gerakan silat Minangkabau, dan dialog penokohan yang biasa dimainkan oleh pemuda nagari atau desa, kini lambat laun mulai punah dan jarang dimainkan lagi.
Sebagai salah satu permainan tradisional khas Minangkabau, permainan tradisional randai tentu perlu dilestarikan. Oleh karena itu, Lupakan Gadgetmu, Ayo Main di Luar! untuk melestarikan permainan tradisional yang ada di Indonesia (PAZ/HRV).
Bagi Sobat TGR yang tertarik untuk bekerja sama dengan kami, mulai dari menjadi pengisi acara, tenant, hingga narasumber, bisa klik tautan di sini ya, sobat.
Referensi:
Arifninetrirosa, Dewi, H., & Sembiring, B. (2009). Pelestarian Randai Sebagai Media Pendidikan Adat Istiadat Minangkabau di Sanggar Sumarak Anjuang di Kota Medan. TALENTA Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts, 2. 10.32734/lwsa.v2i2.715
KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF / BADAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. (n.d.). Atraksi Teater Tradisional (Randai). Jadesta. Diakses pada 23 Juli 2024, dari https://jadesta.kemenparekraf.go.id/atraksi/teater_tradisional_randai
Museum Adityawarman. (2021, Februari 14). Kesenian Randai Minangkabau. museumadityawarman.sumbarprov.go.id. Diakses pada 23 Juli 2024, dari https://museumadityawarman.sumbarprov.go.id/artikel/detail/Kesenian-Randai-Minangkabau
Traditional Games Returns Permainan Tradisional Randai Permainan Tradisional Minangkabau