Studi Kerelawanan 2024: Partisipasi TGR dalam Meningkatkan Kesejahteraan Relawan
Rabu,
20 Nopember 2024
~ Oleh Traditional Games Returns ~ Dilihat 84 Kali
Halo, Sobat TGR! Pada tanggal 13 November 2024 lalu, Tim TGR baru saja memenuhi undangan dari Yayasan Indorelawan dalam acara bertajuk “Diseminasi Hasil Studi Mendalam Untuk Memahami Kerelawanan dan Praktik Relawan di Jawa dan Bali” yang diadakan di Kawasan Volunteer Hub Jakarta, Jalan Panglima Polim V, No. 60, Melawai, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
Undangan kali ini bersifat eksklusif dan hanya dihadiri oleh Kak Aghnina atau yang akrab disapa Kak Nina selaku Executive Director dan Founder dari Traditional Games Returns (TGR). Meskipun tanpa formasi yang lengkap, kegiatan ini juga tak kalah seru lho dari edisi-edisi TGR sebelumnya. Maka dari itu, yuk simak selengkapnya!
Acara ini berlangsung dari pukul 10.00—12.00 WIB dan dihadiri oleh 24 perwakilan dari sejumlah sektor. Mulai dari organisasi sosial, instansi pemerintah, hingga lembaga swasta yang berkonsentrasi pada aktivitas kerelawanan, pemberdayaan, serta pengembangan anak muda dan masyarakat. Dengan daftar tamu yang mencakup:
- Anindhaloka
- ASEAN Youth Organization
- Ashoka Youth Changemakers
- Australian Volunteers Program
- Book Clan
- BRI Danareksa
- Campaign
- Dampak Sosial Indonesia
- Dompet Dhuafa
- Fitch Ratings
- Global Peace Foundation
- Humanis
- In-Docs
- Indika Foundation
- Indonesia Mengajar
- ISCO Foundation
- Jakarta Smart City Lab
- Japan International Cooperation Agency (JICA)
- Kemenpora RI
- Kementerian Sosial RI
- Korea International Cooperation Agency (KOICA)
- Maxima
- Nutrifood
- Packard Foundation
- Paragon Corp
- Peace Corps Indonesia
- Pemimpin id
- Roemah Inspirit
- Sekolah Relawan
- Semua Murid Semua Guru
- Think Policy
- Traditional Games Returns
- Turun Tangan
- UN Volunteer
- YAPPIKA
- Yayasan Bina Berdaya Bangsa
- Emina Cosmetics
- Hutan Itu Indonesia
- Inspiration Factory Foundation
- Trash Hero
Sobat TGR, kalian pasti bertanya-tanya kan terkait program yang diinisiasi oleh Indorelawan ini maksudnya seperti apa? Lantas, kok bisa sih ada hubungannya dengan aktivitas kerelawanan? Maka dari itu, yuk kenalan dulu dengan program yang satu ini.
Menumbuhkan Kepedulian Anak Muda terhadap Aktivitas Sukarelawan
Program Riset Kerelawanan 2024
“Empatika ditugaskan oleh Indorelawan untuk memahami praktik-praktik yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan utama dalam kerelawanan, baik dari sisi relawan maupun organisasi penerima relawan. Untuk tujuan penelitian ini, fokus penelitian adalah pada relawan sektor formal dan tidak termasuk relawan sosial dan politik,” salah satu pernyataan yang tertuang dalam hasil publikasi laporan “Studi Mendalam untuk Memahami Kerelawanan dan Praktik-praktik Kerelawanan di Indonesia”.
Program ini diinisiasi sebagai bentuk kepedulian Empatika dalam mengenali praktik-praktik yang terjadi pada aktivitas kerelawanan mulai dari motivasi, proses rekrutmen dan manajemen organisasi, kebijakan penunjang aktivitas kerelawanan dan masih banyak lagi. Adapun di sini mereka berupaya untuk menjadikan praktik kerelawanan sebagai gaya hidup masyarakat dengan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara, diskusi kelompok partisipatif, serta kegiatan survei dengan tunjangan dana dari Indorelawan dan Australian Volunteers untuk kegiatan publikasinya.
Nah dalam mendukung kemajuan program tersebut, sejumlah kalangan pun ikut dilibatkan. Mulai dari mereka yang memiliki pengalaman sebagai relawan hingga beberapa sektor seperti organisasi berbasis komunitas (non/semi-formal), NGO/Yayasan/Asosiasi, lembaga pendidikan, sektor swasta, publik dan pemerintah, serta PBB dan badan PBB.
Traditional Games Returns sebagai salah satu NGO yang dipercaya untuk mewakili aspirasinya terkait komitmennya dalam mendukung kesejahteraan para relawan. Kalian penasaran? Tanpa babibu lagi, yuk sama-sama intip keseruan Kak Nina dalam kunjungannya kali ini!
Ajang Tukar Pendapat antar Komunitas
Pemaparan Hasil “Studi Mendalam untuk Memahami Kerelawanan dan Praktik Relawan di Jawa dan Bali”
(Dokumentasi Indorelawan, 2024)
Marsya P. Nurmaranti atau akrab disapa Kak Asa selaku Executive Director Indorelawan mengawali kegiatan ini dengan sebuah perkenalan dan sambutan yang manis. Tak lupa ia pun mengenalkan profil singkat terkait penelitian yang sedang dilakukan oleh Indorelawan.
Disusul dengan presentasinya terkait hasil “Studi Mendalam untuk Memahami Kerelawanan dan Praktik Relawan di Jawa dan Bali oleh Empatika” sambil didampingi Kak Kristan dan Bapak John Hunter selaku perwakilan dari Australian Volunteers Program (AVI), serta rekannya yang lain.
Presentasi tersebut berisi mengenai praktik baik dan partisipasi relawan di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh secara khusus dari partisipasi beberapa sektor melalui kegiatan focus group discussion (FGD). Selengkapnya terkait hasil kajian ini bisa Sobat TGR akses ke laman berikut ya Indorelawan - Riset Kerelawanan 2024.
Pak John saat Memaparkan Hasil Kajiannya
(Dokumentasi Indorelawan, 2024)
Pak John Hunter, dalam pemaparannya menyoroti tiga poin utama yang tidak boleh diabaikan sebuah organisasi dalam aktivitas sukarelawan. Ketiga poin yang disampaikan Pak John tersebut setidaknya mencakup hal berikut ini:
1. Attracting volunteer
Menurutnya, dalam hal ini organisasi bertindak untuk menciptakan daya tarik bagi para relawannya. Nah, Sobat TGR, setiap organisasi bisa banget lho menciptakan peluang ini asalkan pengenalan programnya berjalan dengan konsisten ya!
2. Menahan!
Bagi Pak John, organisasi bertanggung jawab untuk mempertahankan motivasi di kalangan relawannya agar mereka bisa “kecanduan” dan terus terlibat dalam kegiatan sukarelawan. “Bagaimana orang sudah menjadi volunteer satu kali, bagaimana mereka maunya dua kali. Mereka volunteer dua jam seminggu, bagaimana mereka bisa (bertambah) menjadi sepuluh jam selama seminggu,” ujarnya.
3. Keterampilan
Poin pada nomor tiga ini berkaitan langsung dengan poin sebelumnya. Baginya, salah satu cara yang bisa dilakukan organisasi untuk menarik perhatian para relawan ini ialah dengan menawarkan mereka suatu “benefits” atau keuntungan. Keuntungan di sini bentuknya beragam ya Sobat, mulai dari sertifikat, pengetahuan baru, keterampilan, pengembangan diri dan sebagainya.
Nah, Sobat TGR! Mengingat kegiatan ini diadakan sebagai media interaksi di kalangan organisasi, maka tak heran dong, jika para perwakilan ini didorong untuk terlibat aktif dalam menyampaikan perspektifnya masing-masing terkait aktivitas sukarelawan. Oleh karenanya, pelan-pelan ruangan tersebut pun mulai dipadati oleh beraneka perspektif menarik dari masing-masing perwakilan komunitas.
Ide, Tanggapan, dan Saran dari Berbagai Sektor
Seusai pemaparan materi, para peserta pun diperbolehkan untuk bertanya dan berpendapat terkait hasil diseminasi tersebut. Beberapa mengajukan pertanyaan dan sebagiannya lagi fokus menanggapi diseminasi itu berdasarkan kebijakan yang sudah mereka terapkan di dalam organisasinya. Penasaran kan? Yuk, simak sama-sama!
-
Kak Arif selaku perwakilan dari Global Peace Foundation
“Yang kita tahu kan volunteer kayaknya masuk ke organisasi yang santai, chill dan nggak terikat karena mungkin di kantor, kampus, dan sekolah mereka semua sudah terikat oleh banyak batasan dan ribet dengan regulasi, tapi ternyata di hasil penemuan dan rekomendasinya ini justru untuk membuat aturan dan sebagainya. Awalnya sepakat dengan statement Pak John kayak "kan volunteer maunya nggak dibatasi",” ucap Kak Arif.
Ia sependapat dengan hasil diseminasi penelitian yang sudah dipaparkan oleh Pak John sebelumnya. Baginya, penelitian ini rasa-rasanya “relate” dengan situasi yang pernah dihadapi di organisasi. Menariknya adalah Kak Arif justru berhasil menemukan suatu “cara baru” yang tak terduga dan masih berkaitan dengan hasil diseminasi penelitian ini lho, Sobat TGR.
Dalam suatu obrolan ringan, ia mencoba sedikit bereksperimen dengan para anggotanya. Tujuannya tak lain adalah untuk mengenali kira-kira bagaimana sih suasana hati para relawan setelah kegiatan dan apa saja sih hal yang mereka harapkan selama berpartisipasi sebagai relawan?
Hasilnya pun mengejutkan, Sobat TGR! Bagaimana tidak? Para relawan menginginkan adanya suatu regulasi yang dapat menjadi bahan evaluasi bagi mereka. Mulai dari upgrading hingga pemberian umpan balik atau feedback alih-alih hanya mengapresiasi kinerja mereka.
-
Kak Julian selaku perwakilan dari Kementerian Keuangan
Kak Julian memulai tanggapan ini dengan perkenalan terkait program Renjani (Relawan Pajak untuk Negeri). Renjani sendiri tak lain merupakan suatu program kerelawanan yang berfokus pada edukasi-edukasi seputar perpajakan melalui partisipasi para mahasiswa antar kemitraan kampus.
Dalam hal ini Renjani berupaya untuk menanamkan beberapa code of conduct untuk menjaga keselarasan dan nama baik bersama. Berikutnya, mereka juga menjelaskan komitmennya dalam mengembangkan pemeringkatan nasional serta terus berupaya untuk membekali kesadaran dan keterampilan bagi para relawannya. Lebih lanjut, Sobat TGR, bisa akses link berikut ya Renjani.
-
Kak Asa selaku perwakilan dari Indorelawan
Kak Asa berpendapat bahwa, praktik kerelawanan yang berkembang di Indonesia “dinilai” orang sebagai suatu aktivitas terlalu “serius”. Oleh karenanya, tak jarang praktik ini masih sering dipandang sebelah mata sebab minimnya keingintahuan sebagian orang dalam ikut serta ke dunia sukarelawan. Kondisi tersebut lantas membuatnya berharap agar hasil diseminasi ini bisa membawa dampak yang baik untuk perkembangan relawan di Indonesia.
Sharing Session pun Tiba!
Para Perwakilan Organisasi saat Diminta Menanggapi Hasil Kajian
(Dokumentasi Indorelawan, 2024)
Sobat TGR, masih semangat nggak nih? Yuk, fokus kembali karena sebentar lagi kita akan menginjak sharing session. Penasaran dong? Check this out!!!
Dalam sharing session, para perwakilan organisasi akan diminta untuk menuliskan aspirasi mereka terkait aktivitas kerelawanan melalui sticky notes dan pulpen yang sudah disediakan. Pertanyaan yang diajukan tersebut kurang lebihnya sebagai berikut:
- Bagaimana tanggapannya terkait hasil diseminasi penelitian kali ini?
- Bagaimana komitmen, kontribusi, dan upaya yang sudah dijalankan oleh masing-masing komunitas terhadap para relawan?
Kak Nina saat Menanggapi Diseminasi Hasil Penelitian
(Dokumentasi Indorelawan, 2024)
“Aku sangat menyetujui hasil tersebut karena hasil rekomendasinya baik untuk melindungi relawan dan juga untuk relawan ini agar bisa diakui dan dilindungi secara asuransi dan juga membuat relawan itu punya SOP yang jelas supaya ada kejelasan antara mereka dengan lembaga,” ujar Kak Nina.
Menurut penuturan Kak Nina, ia benar-benar setuju atas hasil diseminasi penelitian tersebut. Hal tersebut tak lain didasari oleh dukungannya terhadap regulasi atau SOP (Standar Operasional Prosedur) yang bisa melindungi para relawan semisal ditetapkannya asuransi untuk setiap relawan.
Dengan hadirnya SOP atau regulasi ini diharapkan mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada masing-masing relawan. Di samping itu, mereka jadi mengenal sejauh apa sih kejelasan dan batasan yang diterapkan organisasi bagi pengembangan dirinya. Nggak lagi deh bingung-bingung, bye-bye rasa cemas!
Nah Sobat TGR, sudah tahu belum jika Traditional Games Returns sendiri sejauh ini sudah menerapkan beberapa SOP lho, dalam tumbuh kembang organisasinya? Beberapa SOP tersebut di antaranya mengadakan proses onboarding kepada para relawannya, membekali para relawannya dengan kegiatan training untuk memudahkan mereka dalam menjalankan tugas-tugasnya, hingga menempatkan koordinator dalam setiap divisi dan masih banyak lagi deh!
Kak Nina saat Memberikan Masukan Diseminasi Hasil Penelitian
(Dokumentasi Indorelawan, 2024)
Disambung jawaban kedua, Kak Nina mengungkapkan keinginannya dalam mendorong minat dan partisipasi anak-anak untuk ikut serta menjadi relawan sedari dini. Dengan begitu, keterampilan sosial pada anak-anak pun bisa terbentuk, khususnya dalam mengembangkan sikap simpati dan empati agar bisa membantu sesamanya. Namun, hal ini pun masih “tertunda” dikarenakan ketakutannya akan salah langkah jika SOP tersebut belum jelas.
“TGR itu siap berkontribusi untuk membangun SOP atau berdiskusi sekiranya apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melibatkan anak sebagai relawan. Kira-kira batasannya seperti apa. Bagaimana supaya tidak mengarah ke kata-kata eksploitasi anak, tapi memang kita mau memberdayakan dengan niat yang baik. Jadi itu kan memang belum ada."
“Cuma kan kalo misalnya salah langkah atau kita belum tau panduan penjelasannya kayak gimana, takutnya kan jadi malah miss gitu loh,” sambung Kak Nina.
Lebih lanjut, Kak Nina pun mengungkapkan beberapa komitmen TGR dalam mendukung kemajuan program ini melalui beberapa hal berikut ini:
Bagi Kak Nina, setiap generasi memiliki pendekatan yang tak sama. Tak jarang, hal itu juga menjadi sebuah tugas rumah untuknya. Meskipun begitu, ia sebisa mungkin mencoba untuk menerapkan gaya komunikasi yang sesuai generasi, terlebih lagi TGR yang didominasi oleh Gen Z.
Oleh karenanya, ia sebisa mungkin memaksimalkan kesempatan ini untuk bertukar pikiran dengan masing-masing organisasi. Kak Nina, selalu penasaran dengan SOP yang disepakati oleh setiap organisasi itu seperti apa dan bagaimana pola komunikasi mereka ke anggota dan sebagainya.
“TGR belum ada SOP tertulis, tapi kita punya tata tertib dan koordinator. Ternyata banyak di komunitas lain pun yang cuma ada ketua komunitasnya doang, tapi tidak diimbangi oleh koordinator di setiap divisi dan pembagian tugas yang jelas gitu. Tadi aku juga menyampaikan pendapat bahwa meskipun relawan, tapi kita harus memberikan kejelasan.”
“Jangan sampai yang kita rekrut mereka nggak tau akan ditugaskan apa. Mereka yang daftar pun bingung karena memang menentukan bagaimana mereka seterusnya akan mau jadi relawan engga sih karena kan berdasarkan pengalaman pertama mereka ‘Oh, jadi relawan tuh seru ya karena kita dibimbing dan diarahkan’ itu juga sebetulnya yang jadi salah satu yang ditekankan bahwa relawan itu perlu di on boarding,” ujarnya.
Betul apa yang dikatakan oleh Kak Nina. Bila Sobat TGR ingat, Pak John juga menturkan poin-poin yang sama dengan Kak Nina perihal hal yang mesti diperhatikan oleh setiap organisasi. Kejelasan dalam program dapat berkontribusi dalam meningkatkan partisipasi para relawan jika dijalankan dengan konsisten.
Menuju penghujung acara, para perwakilan organisasi diminta untuk membentuk formasi yang rapi sebagai kebutuhan dokumentasi. Berikutnya, meskipun acara ini berakhir, tetapi sesi diskusi di antara mereka tetap terjalin sambil ditemani sajian-sajian enak, nyam-nyam!
Lantas, apa saja sih harapan Kak Nina terkait diseminasi hasil penelitian ini? Kurang lebihnya Kak Nina berharap agar program ini bisa menjadi program jangka panjang yang terus dikembangkan untuk melindungi hak para relawan. Ia pun sempat berpesan jika berjalannya program ini diharapkan bisa menuntun TGR ke banyak pengalaman dan jejaring baru. Setuju banget deh sama Kak Nina!
“Semoga kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut. Diskusi-diskusi tentang bagaimana melindungi relawan ini terus berjalan dan pastinya semoga TGR bisa dilibatkan dalam SOP pelibatan anak sebagai relawan supaya juga ada persetujuan antara anak, orang tua, dan komunitas. Kita juga bisa memberikan experience untuk anak dan mahasiswa atau anak sekolah juga kan termasuk lingkungan anak juga kan kalo mengacu ke undang-undang (sebelum berusia 18 tahun berarti dia hitungannya anak). TGR pengen banget tuh terlibat di sana dan harapannya juga kita bisa lebih banyak belajar dan saling tukar pikiran juga dari praktik baik yang dilakukan oleh komunitas-komunitas,” tutupnya.
Satu … Dua … Tiga! Cekrekkk!!!
(Dokumentasi Indorelawan, 2024)
Sobat TGR, meskipun acaranya berakhir, pernah enggak sih kalian kepo dengan awal mula perjalanan TGR sampai akhirnya terpilih menjadi satu di antara banyaknya sektor yang diundang Indorelawan ke pemaparan diseminasi hasil penelitian mereka? Cusss, selengkapnya ada di sini!
Traditional Games Returns: Berkembang karena Banyak yang Sayang!
Berdasarkan penuturan Kak Nina, ia menyebut jika awal terbentuknya organisasi ini pun tidak sengaja juga lho rupa-rupanya! Siapa yang menyangka jika kelompok yang dilakukannya semasa kuliah dulu berhasil menyita perhatian masyarakat kala itu.
“Aku tugas kelompok ya cuma akhirnya karena banyak masyarakat yang suka dengan permainan tradisional di 2016 itu kayak banyak afirmasi positif terus banyak juga dukungan dari relawan dan itu juga yang akhirnya membuat TGR bertahan sampai sekarang. Banyak yang sayang jadi istilahnya aku nggak berjalan sendiri,” ucap Kak Nina.
Menariknya lagi sampai per hari ini kehadiran relawan TGR sudah tersebar dari Sabang sampai Merauke lho, dengan latar belakang yang beragam dan lima puluh persen dominasi dari jajaran mahasiswa!
“Untuk sementara ini, TGR tidak berani melibatkan seseorang yang masih berusia anak. Di bawah usia tujuh belas tahun. Jadi, jenjang pendidikan yang masih sekolah itu TGR nggak ada relawannya. Kalo anak-anak ataupun SMA/SMP penerima manfaat atau kayak peserta kegiatan, tapi kalo sebagai TGR-nya nggak ada dari delapan belas tahun ke bawah,” ujar Kak Nina.
Salah satu partisipasi tersebut bisa kalian saksikan dari upaya TGR Heroes yang sudah menginjak Kota Yogyakarta. Menurut Kak Nina, penting bagi semua pihak untuk senantiasa memaksimalkan jejaring komunikasi yang tersedia melalui banyak cara. Semua bisa berkontribusi untuk TGR dari mana saja dan kapan saja, tanpa mesti overthinking!
“Jadi, selama kita memberikan arahan yang jelas Insya Allah sih orang akan menerimanya dengan jelas dan bisa mempraktikkan walaupun kita tuh dari jarak jauh. Kita bisa memanfaatkan jejaring yang ada dan memonitor mereka dari jarak jauh agar tetap punya impact besar. Jadi, mereka tetap bisa loh melakukan aktivitas bermain permainan tradisionalnya dari Yogyakarta meskipun arahannya diterima dari Jakarta,” tambahnya.
Memaksimalkan Peluang dan Evaluasi Menjadi Kunci Bertahan TGR hingga Hari Ini
Salah satu upaya TGR dalam mempertahankan eksistensinya hingga hari ini tak lain melalui kolaborasi dengan berbagai sektor “Kita tidak pernah menolak tawaran kolaborasi karena pasti ada alasannya kayak berafiliasi dengan produk rokok atau minuman pengganti asi, produk-produk yang membahayakan anak atau tidak mendukung hak anak, selama TGR masih bisa bantu, TGR mengambil kesempatan itu,” ucap Kak Nina.
Tak lupa juga TGR selalu memaksimalkan sarana promosi di media sosial lewat konten di Instagram dan TikTok, tulisan-tulisan yang dimuat ke situs, podcast TGR dan lain-lain. Konsisten membuat konten menjadi cara TGR tetap eksis berkampanye.
“Kita rutin membuat konten. Dengan membuat konten, aktif di media sosial di zaman sekarang itu juga adalah salah satu bentuk promosi media yang mana membuat orang itu bilang "TGR itu aktif lho", "TGR itu selalu ada lho". Jadi mereka tidak berpikir "Oh, cuma seasonal aja kegiatannya berdasarkan event-event tertentu" nah, nggak gitu,” ujar Kak Nina.
Bagi Kak Nina, konsistensi juga tak lain mampu memberikan citra yang baik sekaligus cara untuk memotivasi para relawan agar “kecanduan” dalam terlibat aktif di TGR. Pun, penting baginya untuk selalu mempertahankan sebuah ciri khas dan berdikari.
“Alhamdulillah, tapi sampai sekarang nggak ada ya, cuma seandainya kalo amit-amit nanti dalam satu bulan nggak ada nih yang ajak kolaborasi, gapapa TGR bikin lagi sendiri karena dari zaman 2016 TGR itu selalu membuat kegiatan itu inisiatif sendiri dan berusaha untuk mendatangi pihak-pihak tertentu, komunitas, sekolah, dan lainnya. Sekarang Alhamdulillah trennya banyak orang memasukan permainan tradisional ke kurikulum terus juga banyak pemerintah yang mulai fokus ke sepuluh objek pemajuan kebudayaan atau 10 OPK dan disinergikan dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5),” ucap Kak Nina.
Wah, luar biasa sekali, Kak Nina. Tentunya, semua ini tidak lepas dari peran para relawan, kemitraan, serta kolaborator yang terus mendampingi TGR dalam setiap kegiatannya. Apresiasi setinggi-tingginya deh bagi semua pihak yang terlibat!
Di samping itu, penting baginya untuk menciptakan iklim organisasi yang baik bagi para relawan. Hal ini tak lain melalui pemberlakuan SOP, onboarding, training dan mentoring, evaluasi, serta diskusi-diskusi ringan sebab prinsipnya “jangan biarkan para relawan ini berjalan sendirian”. Keren sekali deh Kak Nina!
Melalui prinsip “kekeluargaan”, tak heran ya jika TGR menawarkan banyak kesempatan dan solusi baru bagi para relawan dengan layanan yang mereka sediakan. Mulai dari kesempatan untuk rotasi divisi, keringanan untuk mengajukan cuti, layanan TGR Care yang memberikan akses bagi para relawan untuk berkonsultasi ke HRD, dan Kak Nina yang selalu siap siaga untuk dihubungi kapanpun serta masih banyak lagi.
Adapun, selaku wujud apresiasinya terhadap jasa para relawan, TGR berkomitmen untuk memberikan berbagai output dan input berupa sertifikat, sesi pembekalan dan pelatihan, iklim organisasi yang sehat dan komunikatif, khusus bagi kegiatan offline misalnya ada pemberian konsumsi dan reimburse uang transportasi.
“Yang pasti harus ada kejujuran dan kalo untuk kegiatan offline kita selalu ada evaluasi, obrolan, dan persiapan yang matang. Semuanya harus selalu berkomunikasi apa pun yang terjadi. Environment yang dibangun secara kekeluargaan,” ucap Kak Nina.
Terakhir, Kira-Kira Harapannya Kak Nina Sendiri Gimana ya?
Untuk program Diseminasi Hasil Penelitian, Kak Nina berharap:
“Semoga kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut. Diskusi-diskusi tentang bagaimana melindungi relawan ini terus berjalan dan pastinya semoga TGR bisa dilibatkan dalam SOP pelibatan anak sebagai relawan supaya juga ada persetujuan antara anak, orang tua, dan komunitas. Kita juga bisa memberikan experience untuk anak dan mahasiswa.”
“Anak SMA juga kan masih hitungan anak kalo di undang-undang ‘sebelum dia berusia delapan belas tahun, dia terhitungnya anak gitu’ dan TGR pengen banget terlibat di sana. Harapannya kita bisa lebih banyak belajar dan saling tukar pikiran juga dengan praktik baik yang sudah dilakukan oleh komunitas-komunitas,” ujar Kak Nina.
Setuju banget, Kak Nina! Adanya SOP berperan penting untuk memberikan kejelasan dan batasan-batasan dalam suatu organisasi. Jadinya, para relawan pun akan senantiasa menjaga motivasinya, tanpa merasa “kebingungan” dengan perannya di organisasi.
Untuk kemajuan Traditional Games Returns (TGR), Kak Nina berharap:
“Semoga semakin banyak orang dan relawan yang peduli dan makin banyak kekuatan yang bergabung baik dari kalangan profesional dan mahasiswa. Intinya aku selalu bilang berkontribusi di TGR itu bisa dari siapa saja dan latar belakang apa saja.”
“Usia berapapun nggak jadi masalah yang penting ada keikhlasan dan niat baik untuk melestarikan permainan tradisional. Jadi kakak dan contoh yang baik untuk anak-anak,” ujar Kak Nina.
Benar banget, Sobat TGR! Traditional Games Returns selalu terbuka untuk siapa saja yang ingin ikut serta lho. Nggak mesti dari Jabodetabek saja, kalian pun bisa berkontribusi di manapun dan kapanpun melalui program-program TGR yang tersedia.
Sobat TGR punya hobi menulis? Bisa banget untuk submit tulisan kalian di website tgrcampaign.com. Tertarik dengan story telling? TGR juga punya podcast yang bisa kamu dengarkan di tgrcampaign. Selengkapnya terkait informasi TGR bisa kalian akses di Instagram @tgrcampaign ya!
Terima kasihnya kepada para relawan di TGR:
“Terima kasih banyak kepada para volunteer TGR yang sampai sekarang masih mau berjuang bersama. TGR tanpa relawan apa jadinya karena kan memang semua dari awal, dari delapan tahun yang lalu selalu bergantung ke relawan dan orang baik. Intinya kan kita dari gotong royong budayanya Indonesia. Semoga permainan tradisional tak lekang oleh waktu dan semakin banyak temen-temen yang akan bergandengan tangan untuk melestarikan permainan tradisional,” tutupnya Kak Nina.
Wahhh, luar biasa banget deh semangat dan kontribusi dari para relawan TGR. Setuju deh sama Kak Nina jika campur tangan relawan dan orang baiklah yang mampu mendukung kemajuan TGR sampai hari ini. Semoga dengan hadirnya TGR bisa ikut mengembalikan lagi eksistensi permainan tradisional yang hampir memudar ya, ayo bermain permainan tradisional!
Enggak terasa deh, kegiatannya sudah selesai! Bagaimana Sobat TGR, kegiatan kali ini seru kan?
Nah, bagi Sobat TGR yang ingin berpartisipasi sebagai relawan bisa banget lho ikut serta. Eitsss, nggak perlu khawatir lagi akan jarak yang jauh karena TGR selalu fleksibel dalam memaksimalkan media kampanyenya.
Mulai dari kegiatan offline yang berpusat di Jabodetabek, promosi di Instagram dan TikTok, adapun sosialisasi melalui seminar-webinar, tulisan-tulisan yang diunggah ke situs tgrcampaign.com dan di sini kalian bisa banget untuk terlibat sebagai kontributornya lho serta masih masih banyak lagi! Tunggu apalagi? Yuk, menjadi bagian dari pegiat permainan tradisional! Lupakan Gadget-mu, Ayo Main di Luar! (LB/ed. HRV)
Untuk Sobat TGR yang ingin berkolaborasi dengan kami, mulai dari menjadi pengisi acara, tenant, hingga narasumber, bisa klik tautan di sini ya.
Writer: Elva Nur’aziza Choirunisa
Editor: R. Harvie Rizqullah B. R
Publisher: R. Havie Rizqullah B. R
Referensi:
Empatika, Indorelawan, & Australian Volunteers. (2024). Laporan studi mendalam untuk memahami kerelawanan dan praktik-praktik relawan di Indonesia. Indorelawan. Diakses dari https://www.indorelawan.org/p/risetkerelawanan2024#Idi2l1F-
Indorelawan. (n.d.). [Instagram post]. Diakses 20 November 2024, dari https://www.instagram.com/p/DCdb_CgTRx-/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==
Traditional Games Returns Tgr Jalan-jalan Indorelawan Riset Kerelawanan 2024 Komunitas Relawan Indonesia Peran Relawan Keuntungan Menjadi Relawan Dukungan Untuk Relawan