Orang Tua Hits atau Over-Share? Memahami Dampak Sharenting
Selasa,
31 Desember 2024
~ Oleh Traditional Games Returns ~ Dilihat 372 Kali
Halo, Sobat TGR! Di era perkembangan zaman yang semakin modern ini, muncul berbagai inovasi sebagai bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Salah satu aspek yang terdampak adalah pola asuh anak.
Sobat TGR, ketika berada di sebuah pesta keluarga yang penuh obrolan seru, tawa riang, dan momen-momen indah lainnya, sudah pasti kalian ingin mengabadikan momen tersebut, bukan? Terlebih lagi ketika kalian memiliki anak yang ada aja tingkah kelakuannya, keinginan untuk mendokumentasikan setiap sisi perkembangannya sudah pasti meningkat.
Setelah didokumentasikan, “ritual” selanjutnya adalah membagikannya ke media sosial. Ya, hal ini sudah menjadi lumrah pada dewasa ini, apapun akan di-share dan menjadi konsumsi publik.
Mungkin Sobat TGR melakukan hal itu karena memiliki tujuan yang “baik”, hanya sekedar ingin berbagi kebahagiaan kepada mutual di media sosial. Namun, ternyata hal tersebut berkembang menjadi sebuah fenomena yang mengacu kepada praktik orang tua dalam membagikan foto, video, atau informasi anak mereka di media sosial, yaitu “sharenting”.
Fenomena ini sudah ada beriringan dengan berkembangnya media sosial di Internet. Dari dulu hingga sekarang pun, sharenting masih jadi perbincangan hangat di sekitar kita. Daripada penasaran, yuk kita bahas lebih dalam mengenai fenomena sharenting!
Apa sih Sharenting itu?
Menurut artikel yang ditulis oleh Bessant (2018), berjudul “Sharenting: Balancing the Conflicting Rights of Parents and Children” istilah sharenting berasal dari kata share (berbagi) dan parenting (pola asuh anak). Istilah ini merujuk pada kebiasaan orang tua yang membagikan informasi tentang aktivitas sehari-hari anak mereka hingga cara mengasuhnya, melalui video atau foto di media sosial.
Biasanya, pola asuh sharenting dapat ditemui dalam berbagai platform media sosial, seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan lainnya. Nah, ternyata mengacu pada teori tentang “Hierarki Kebutuhan Manusia” milik Abraham Maslow (2013), sharenting termasuk cara bagi orang tua zaman now untuk mengaktualisasikan diri dalam mengasuh anak mereka.
Aktualisasi diri merupakan hal yang penting bagi manusia untuk menjadi versi terbaik dirinya. Dengan membagikan momen-momen pengasuhan anak melalui media sosial, orang tua merasa terdorong untuk menjadi versi terbaik dalam peran mereka sebagai pengasuh anak.
Selain itu, para orang tua ini bisa saling bertukar pengalaman ataupun cerita tentang perjuangan, tantangan, dan kesulitan yang mereka hadapi dalam mengasuh anak tanpa terbatas jarak. Mengingat dahulu hal ini hanya bisa dilakukan kepada orang terdekat di kehidupan nyata.
Adanya sharenting memungkinkan orang tua yang menghadapi tantangan pengasuhan yang sama untuk saling terhubung, berbagi informasi, pengalaman, dan memberikan dukungan satu sama lain melalui komunitas online.
Salah satu bentuk sharenting yang bertujuan untuk membagikan pengalaman dan edukasi terkait parenting adalah Ueno Family. Ueno Family sendiri merupakan content creator family yang membagikan momen-momen unik dan cara pengasuhan anak dari keluarga campur (Indonesia-Jepang).
Sobat TGR ingin tahu lebih lanjut tentang keluarga ini? Kami sudah pernah mengulasnya lho, yuk klik tautan ini!
Meskipun sharenting terkesan membawa dampak positif dengan berbagi kebahagiaan, namun ternyata hal ini juga bisa berdampak buruk lho, bagi sang buah hati. Kok bisa?
Ilustrasi Sharenting
Dampak Sharenting pada Anak
Sharenting mungkin bisa berdampak positif bagi orang tua lainnya, maupun netizen yang suka melihat anak kecil lucu. Namun, ternyata orang tua tanpa disadari juga turut berperan dalam pembentukan identitas anak dan bagaimana anak mereka dipersepsikan oleh dunia luar. Proses ini dimulai bahkan sebelum anak memiliki kontrol atas citra dirinya sendiri.
Orang tua terkadang tidak menyadari bahwa konten yang diunggah di media sosial ikut membentuk jejak digital anak, yang dapat mempengaruhi identitas mereka di masa depan, anak mungkin merasa tidak nyaman dengan hal ini.
Selain itu, adanya pemikiran bahwa membagikan lokasi terkini atau foto kegiatan sehari-hari adalah tindakan yang aman. Sehingga, para orang tua tidak aware terhadap hal ini, bahkan tak jarang para influencer membuatkan akun media sosial sendiri untuk anak mereka.